Sebagai orang Indonesia, mungkin ungkapan-ungkapan kayak "Aaah! Sok Inggris lo ah!" itu udah biasa kita dengar ya? Kayaknya salaaah aja kalo kita pinter bahasa inggris hahaha. Language becomes a social judgement somehow here. Jaman sekarang, anak-anak sudah diajarkan bahasa asing sejak balita, you name it! Bahasa Ingrris, Mandarin, Korea, dan nggak sedikit juga yang pada akhirnya berakhir 'menyedihkan' dengan nggak bisa-bisa amat bahasa ibunya sendiri. They can't even survive in their homeland! Sad but true...
Tahun 2011 saya memutuskan untuk hijrah ke Singapura. Saat itu saya sadar, kemampuan bahasa asing saya biasa-biasa saja. Di hari pertama saya bekerja, saya harus berkompromi dengan lebih dari 9 bahasa di kantor karena banyak sekali pekerja asing. Itu baru bahasa. Belum budaya dan kebiasaan. Copywriter saya orang India, Filipina, dan Singapura. Art Director saya seorang chinese Malaysia, Account Service saya orang malay yang besar di Inggris, dan boss saya sendiri seorang chinese Singapura. Can you imagine how complicated it was? Hahaha...
Language can be interesting, but in some cases can be problems too.
Di bulan ke-3 saya bekerja, bos saya komplain. Beliau bilang saya sangat lamban mencerna Bahasa Inggris dan berakibat terhambatnya pekerjaan. Well, Singlish would never been easy to catch...and i just simply admitted that. But since he's a kindhearted guy, then he gave me some more times to catch up. And luckily...i nailed it!
Sepulangnya kembali ke Jakarta, saya mengalami beberapa kendala. Rasanya seperti harus menyesuaikan kembali dengan Bahasa Indonesia campur-campur dan lucu. Tahun 2013 ketika saya kembali. Di hari pertama saya bekerja, saya seperti 'nggak nyambung' dengan kolega saya ketika bercanda. Banyak ungkapan-ungkapan slang seperti "ciyn!" atau "pecah men!" atau "sa'iiikk!", and i just did not get it! At that time i realised that... Aaah... My slang (and proper) Bahasa got rusty already!
Mungkin sampai sekarang masih banyak yang 'risih' kenapa salah satu kolega kita selalu membalas setiap email dengan Bahasa Inggris. Simple answer: English is much more SIMPLE for business purposes!
English has both characteristics: can be stretched out or can be very compact. Bahasa Inggris sangat mudah dipakai untuk urusan pekerjaan. Namun sedikit sekali bahkan hampir tidak pernah ada kolega yang merespon saya dengan cara yang sama. Is that wrong? No. Feel weird? maybe. Never get used to it? maybe. Nggak bisa Bahasa Inggris? I don't think so. Takut salah grammar dan being judged? it's a big possibilty.
Dari kecil mungkin kita diajarkan bahasa asing dengan metode "Grammar Nazi". Present tense, past tense, single and plural, irregular verbs, and so on. We think, if we speak in a wrong grammar, people won't get it! That makes us feel afraid to SPEAK!
Is that true?
Tahun 2013 akhirnya saya memutuskan belajar Bahasa Jerman secara serius di sebuah institut bahasa jerman di Jakarta. Belajar dari mengucap alphabet hingga bagaimana berpresentasi di depan orang. Akhirnya saya mengalami bagaimana bertutur dengan bahasa asing lain and how to deal with its complicated structures.
But do my English and Bahasa get rusty? No.
Saya tetap menggunakan Bahasa Indonesia dalam keseharian dan Bahasa Inggris dalam pekerjaan. Ketika menulis, saya berusaha sangat peka dengan struktur dan grammar. Tetapi ketika berkomunikasi dalam keseharian...saya membebaskan bahasa apapun yang saya pelajari keluar secara natural. That's my way to keep languages stick in head.
Ketika saya mengunjungi Jerman dan berusaha keras menggunakan bahasa Jerman saya apa adanya, ternyata saya menjumpai banyak kejutan. I felt closer to the locals. Dan tidak ada samasekali yang mengoreksi grammar bahasa Jerman saya yang pas-pasan. They simply understood (with smiles of course hahaha..) Saya percaya, ketika kita berusaha berbicara dengan bahasa lokal sebagai foreigner atau turis di negeri asing.... that might sounds "CUTE" for them. So, jangan pernah takut untuk memulai dan takut salah :) Sama rasanya ketika mendengar ada orang bule yang berusaha berbicara dengan bahasa Indonesia. Sounds funny but fun, right?
So how does your language get rusty?
Knowing our social life, saya menyadari bahwa tidak mudah untuk menggunakan bahasa inggris di Indonesia. It's very challenging i would say. Kalau jago banget...dibilang sok inggris. Kalau nggak bisa sama sekali...dibilang dumb atau nggak keren. But the rusty thing might happen if we never really use it in daily basis. So what should we do?
Sudah setahun saya tidak melanjutkan studi bahasa Jerman saya dan rasanya semakin banyak kosa kata yang hilang, saya hanya belajar sesekali ketika saya pulang kerja. It just comes naturally. Terlebih bahasa Eropa memang memiliki struktur yang sangat berbeda, cukup rumit, dan unik untuk orang Indonesia. Apa yang akan terjadi kalau saya mencampur bahasa Indonesia saya dengan bahasa eropa? Of course that might be the weirdest thing! Hahaha... Jadi mungkin harus punya keahlian tersendiri juga untuk melihat keadaan.
So... in fact, there is no secret formula in learning languages. The most important thing is... KEEP PRACTICING dan JANGAN TAKUT untuk berbicara. Well...we need to ignore that social judgements anyhow. When we're getting expert of something, sometimes it's because we just get used to it, right? Kalau yang hobi traveling, buat saya itu keuntungan lebih juga. Bisa belajar bahasa langsung dengan orang sekitar ketika di negara tertentu.
Language is the greatest bridge. Dan saya percaya juga seseorang dengan kemampuan bahasa yang baik akan memiliki value labih dalam kehidupan sehari-hari maupun pekerjaannya. Dan terbukti, kemampuan bahasa akan menambah teman-teman baru dan membuat toleransi kita juga lebih baik dengan orang-orang yang berbeda budaya dengan kita.
This world is not only one page, anyway. And we need to explore it more, right? :)